Antara Cerita dan Pengalaman - Sekmen
Headlines News :
Sekolah menulis FLP Sumbar. Berkarya bersama cita-cita besar menjadi penulis besar. alizartanjung@gmail.com
Home » , » Antara Cerita dan Pengalaman

Antara Cerita dan Pengalaman

Written By Alizar tanjung on Minggu, 13 Januari 2013 | 11.15



Oleh Salmaini
            Minggu, 6 Januari 2012 sekolah menulis Forum Lingkar Pena Sumatera Barat kehadiran pemateri yang sangat luar biasa. Ketua umum Forum Lingkar Pena Sumatera Barat, Siska Oktavia. Kak Siska didampingi suaminya, Fatri Ariko dan buah hatinya. Pertemuan dibukanya dengan perkenalan diri, baik dari dirinya pribadi maupun peserta sekmen.
            “Aku mulai menekuni dan mengikuti perlombaan pertama dunia kepenulisan semenjak awal tahun 2007. Perlombaan tersebut diadakan oleh Pusat Bahasa Pekanbaru. Cerpen yang kukirimkan meraih juara II. Prestasi pertama yang kuraih tersebut menjadi pemicu utamaku dalam menulis.” Itulah sederetan kalimat yang diungkapkan kak Siska sebagai pembuka diskusi pada hari itu.
            Kak Siska menanyakan kepada semua peserta sekmen hal-hal yang menjadi kendala dalam menulis. Dimulai dari pengakuan bang Ibest Rival Lijulwa. “Sejak dulu, setiap karya yang aku hasilkan selalu aku bandingkan dengan karya orang lain. Hasilnya tentu tidak sama.  Kegiatan itu selalu aku lakukan. Akhirnya, aku putus asa dengan karya-karyaku. Sampai puncak keputusasaanku, aku membakar semua karya yang telah aku hasilkan. Tapi setelah aku bergabung dengan sekmen FLP Sumbar semangat juang menulis muncul kembali.” Pengakuan bang Rival membuat peserta sekmen mengangguk dalam diam.
            “Awal tertarik pada dunia kepenulisan, Indah tidak berniat untuk menghasilkan karya yang dapat dikirim ke media massa.” Indah Permata Sari memulai pengakuannya dengan kalimat lugas. “Waktu SMA Indah hanya menulis diary untuk mengeluarkan segala unek-unek yang ada. Lambat laun kebiasaan itu membawa Indah pada dunia kepenulisan. Indah coba untuk menekuninya. Pertama melakukannya memang terasa sulit. Sampai-sampai terbawa mimpi karena belum bisa menuliskan ide yang Indah punya.” Pengakuan Indah membuat kak Siska dan peserta sekmen menyunggingkan senyum.
            “Kendala yang kurasakan selama menekuni dunia kepenulisan adalah selalu merasa minder dengan karya sendiri dan menganggap belum sebanding dengan karya penulis propesional.” Kak Riri Diana mengungkapkan kendalanya dalam kalimat yang singkat, tepat, dan padat.
            “Kebiasaan membaca sejak kecil membuatku tertarik akan dunia kepenulisan. Sejak tahun 2007 aku sudah menekuni dunia kepenulisan. Aku menulis sebuah novel yang sampai sekarang tinggal pengeditan. Satu hal yang selalu aku lakukan yaitu tidak membaca karya satu pengarang saja karena akan membuat kita mengikuti gaya kepenulisannya. Sekarang kegiatan membaca dan menulis itu berkurang karena kesibukan di kantor. Akibatnya aku sering curi-curi waktu di kantor. Harusnya waktu sehari semalam itu 48 jam bukan 24 jam. Hehehe….” Kak Riza Alen mengakhiri pengakuannya dengan tawa memprihatinkan.
            “Kendalaku dalam menulis hampir sama dengan yang disampaikan Rival dan Riri. Aku sering membanding-bandingkan karyaku dengan orang lain. Hal yang samapun kualami. Aku down karena karya yang aku hasilkan tidak bagus. Sekarang kegiatan menulisku terganggu karena kesibukan kerja. Setiap malam harus menyiapkan bahan presentasi. Tapi kurasa jika kupaksakan, aku dapat menulis dalam waktu yang sedikit itu. The power of kepepet.” Kak Dini Widya Herlinda menutup pengakuannya dengan sebuah kalimat campuran bahasa Inggris dan Minang.
            “Aku tertarik dunia kepenulisan karena mamaku seorang penulis. Mama suka menulis puisi dan akupun tertarik melakukannya. Kendalaku sejauh ini adalah selalu membandingkan karyaku dengan penulis propesional. Hasilnya seperti yang diungkapkan Rival, Riri, dan Dini. Kesibukanku dalam dunia perkuliahan membuat waktuku untuk menulis sangat sedikit. Akibatnya ide yang banyak belum sempat kutuangkan dalam bentuk tulisan. Hanya kusimpan dalam memory saja.” Qory mengungkapkan kendalanya dengan suara yang tegas dan keras.
            “Aku tertarik dunia kepenulisan sejak SMA. Waktu itu aku lebih sering menulis artikel-artikel ilmiah karena jurusan yang aku tekuni. Aku pernah menulis teenliet tapi tak pernah aku publikasikan. Karena aku menganggap tulisan itu tak layak dipublish. Semenjak kehilangan leptop kegiatan menulisku agak tersendat. Aku terpaksa menulis ide yang aku punya dalam buku. Untuk saat ini aku lebih memfokuskan kegiatan menulis untuk sarana dakwah. Menyebarkan nilai-nilai Islam dalam setiap untaian kata-kata yanga aku tulis.” Usi mengungkapkan kendalanya dengan energik.
            “Sebenarnya aku tak bisa menulis. Aku hanya bisa menulis diary, untuk saat ini aku mulai merangkak menekuni dunia kepenulisan.” Pengakuan terakhir Salmaini membuat kak Siska manggut-manggut.
            Setelah mendengarkan semua kendala yang dialami anggota sekmen, kak Siska mulai memberi solusi kepada masing-masing anggota sekmen.
            “Untuk Rival, Riri, dan Qory serta untuk kita semua yang mungkin akan memiliki kendala sama. Membandingkan karya sendiri dan orang lain memang diperlukan agar dapat mengetahui sejauh mana kemampuan kita dalam menulis.” Penjelasan pertama kak Siska membuat anggota sekmen mengangguk-nganggukkan kepala. Selain itu kak Nelly pun bersikap aktif. Ia menambahkan solusi: “Agar karya kita dihargai orang lain maka mulailah menghargai karya sendiri.”
            Di tengah-tengah diskusi kak Siska meminta break time karena anaknya menangis kehausan. Dia menantang peserta sekmen untuk menulis dengan menggunakan tiga kata dalam waktu sepuluh menit. Kotak, jingga, dan pesona. Dari sebelas orang peserta sekmen hanya satu orang yang belum menulis satu katapun. Hal tersebut membuktikan kebolehan peserta sekmen dalam dunia kepenulisan. Namun, tidak dapat dipungkiri ada penulis yang dapat mengeluarkan ide dalam keadaan terdesak dan ada yang tidak. Hal tersebut dialami Qory sehingga dia tidak dapat menuliskan satu katapun.  “Alhamdulillah hasilnya luar biasa.” Penuturan kak Siska setelah mendengarkan tulisan yang ditulis paserta sekmen.
            Diskusi berlangsung lebih menarik setelah muncul pertayaan dari kak Nelly. “Saya pernah mendengar dan membaca bahwa semakin sulit dipahami suatu karya yang kita buat semakin bagus karya kita. Begitu juga dengan puisi. Benarkah pernyataan itu?”
“Baik buruknya karya yang kita hasilkan itu tergantung dari pembaca. Setiap orang memiliki pola pikir dan kecenderungan yang berbeda. Jika pembaca memiliki pola pikir dan kecenderungan yang sama dengan penulis maka pembaca bisa mengatakan karya kita bagus dan sebaliknya. Jadi, karya  yang kita hasilkan itu relatif. Tidak selalu benar jika karya tulis yang sulit dipahami merupakan karya yang bagus. Terkadang memang bagus dan terkadang biasa saja. Itu semua kembali pada sang penikmat karya kita.” Penjelasan panjang lebar kak Siska membuat peserta Sekmen antusias.
“Lalu bagaimana cara menulis artikel?” pertanyaan kak Riri menyita seluruh perhatian peserta Sekmen.
“Dalam menulis artikel kita dituntut untuk jujur. Selain itu, kita juga membutuhkan pendapat-pendapat orang yang ahli di bidangnya untuk memperkuat argument yang kita tulis.”
Setelah menjawab semua pertanyaan peserta sekmen, kak Siska membagikan pengalamannya ketika berdiskusi dengan Habiburrahman El Shirazy atau yang akrab dipanggil Kang Abik. “Kang Abik pernah berkata, modal untuk menulis itu ada tiga. Pertama, niat yang kuat untuk menjadi penulis dan menuliskan ide. Jika kita benar-benar ingin jadi penulis harus mempunyai niat yang sungguh-sungguh, tulus, dan lurus. Kedua, kesungguhan yang kuat. Kesungguhan yang kita miliki harus kuat dan mengakar dalam diri kita sehingga tujuan kita untuk menjadi penulis yang propesional dapat terwujud. Ketiga, lakukan aktivitas yang mendukung. Salah satunya dengan bergabung dengan sekmen FLP Sumbar ini. Di sini kita bertemu orang-orang yang mempunyai hobi yang sama yaitu menulis dan membaca.
            Penuturan kak Siska tentang pengalamannya dengan Kang Abik merupakan sesi terakhir diskusi sebelum Zuhur. Setelah Zuhur diskusi dilanjutkan dengan Alizar Tanjung. Semangat menulis peserta Sekmen dibakar habis-habisan oleh bang Ali..
            “Terima kasih  telah melakukan perjuangan untuk menjadi penulis propesional. Dan terima kasih juga telah melakukan satu kali kerja keras untuk mewujudkannya. Saya tekankan sekali lagi. Masih satu kali kerja keras belum dua kali kerja keras.” Penuturan bang Ali membuat telinga peserta sekmen memanas.
            Bang Ali merasa belum puas dengan kesungguhan peserta sekmen. Dari hasil tanya jawab dengan anggota sekmen, belum satupun mengirimkan karya ke media. Kenyataan tersebut membuat kata-kata yang dituturkannya semakin panas. “Menjadi penulis propesional harus siap dengan tantangan zaman. Harus mampu menguasai teknologi dan informasi.” Bang Ali menuturkan kunci utama dalam kepenulisan.
            Puas dengan kata-katanya yang membuat panas telinga peserta sekmen, bang Ali menanyakan keinginan peserta sekmen ke depannya. Beberapa menit tak ada yang menjawab. Hal itu membuat bang Ali kecewa. Melihat kekecewaan bang Ali, kak Riri mengacungkan tangan. Kak Riri memberikan saran untuk membuat antologi karya peserta sekmen. Baik berupa cerpen maupun puisi. Karena tidak ada yang memberikan saran lain maka saran kak Riri disepakati.
            Selesai mengambil kesepakatan, acara sekmen dilanjutkan dengan bedah karya. Ruang lingkup yang dibedah adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam sebuah karya. Hal itu dilakukan sampai pukul empat sore. Peserta sekmen pulang dengan membawa karya yang telah dan akan dibedah.
Share this article :

0 komentar:

Pengunjung

Berlangganan Iklan

Buku Tamu


Get this widget!
facebook
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Sekmen - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template