Oleh Hasneli Suryani
Minggu pertama di
Januari 2012. Semangat 45 kawan-kawan FLP(Forum Lingkar Pena) Sumatera Barat
menyambut paagi dengan sinaran penuh mentari. Dan awan menari-nari seolah
sangat memahami rasa penasaran pada materi pagi ini. Satu-persatu peserta
Sekmen mulai datang. Kami dapat kabar sebelumnya kalau pemateri kali ini
penulis kreatif muda wanita pula. Wah makin penasaran.
Suasana mencair,
setelah menugggu beberapa waktu kak Siska datang bersama suami dan anaknya.
Patut di acungkan jempol. Meskipun masih kuliah di semester akhir tapi beliau
menjalankan tugas dengan baik. Aku menyalami kak Siska sambil mengenalkan
namaku. Si pangeran kecil begitu lucu. Seolah mengerti dengan karyaku yang di
berikan padanya. Aku ta’jub.
Jam sudah menunjukkan 09.30
WIB. Peserta yang datang baru lima orang setelah menunggu jeda lima menit diskusi dimulai yang dipimpin oleh panita Qori namanya
terdenagar samar karena tidak ada perkenalan resmi antara panitia dan anggota
sekmen yang baru mahasiswi Universitas swasta semester tiga. Lalu diserahkan
pada pemateri untuk memberikan wejangannya.
Diskusi pun dimulai
Siska itulah nama lengkapnya. Mahasiswi di salah satu perguruan tinggi Islam di
kota Padang. Beliau kakak tingkatku di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Kelahiran Bukittingi, 1988. Menimba ilmu di
rantau industry dan sudah bergabung
dengan Forum Lingkar Pena Pekan Baru.
Kali ini kak Siska
menggali permasalahan pada diri peserta sekaligus masukan ke depannya. Lebih
tepatnya pertemuan kami dengan kak Siska sebagai Ketua FLP Sumatera Barat ini
bisa dikatakan dengan sharing perjalanan di kepenulisan.
Diskusi berjalan terasa
cepat dengan curhatan peserta. Segala kendala terurai sudah. Ada yang merasa
putus asa karena karya yang dibuat tidak sebagus jika orang lain membuatnya, ada
ide yang matang di kepala, tapi susah untuk menuliskan. Mulai dari Rival mau
merancah cerpen tapi dia malah menghasilkan puisi tragisnya karya-karya yang
pernah dihasilkan dirasa tidak memiliki kompeten malah di bakar, yah ide
sendiri malah dibakar. Kak Riza sang pecinta buku. Malah susah menemukan waktu
khusus untuk menulis. Aku menambahkan “Jika kita tidak menghargai diri kita,
lalu siapa yang akan menghargai nya?.” Justru penghormatan pada diri jauh lebih
penting untuk membangkitkan motivasi instrinsik yang kita tidak terfikirkan
sebelumnya.
Ditengah-tengan
diskusi, si pangeran sedikit bawel waktu menunjukkan jam sebelas lewat,
sepertinya mengantuk. Sembari kak Siska menidurkan si pangeran kami diberi
tugas untuk merangkai tiga kata: kotak,
jingga dan pesona. Dalam sepuluh menit.
Peserta sekmen bergegas mengambil kertas dan pena. Segera merangkai kata
menjadi terikat dalam makna.
Dan lahirlah karya
tiba-tiba. Kadang kita butuh pengawas untuk membanting kemalasan dalam diri
biar terbiasa melakukan sesuatu karena ada yang menunggunya selesai. Dalam
waktu yang telah ditentukan semua peserta sekmen menyelesaikan tantangannya.
Ada ang berhasil menulis sampai 125 kata bahkan walau belum selesesai tapi
sudah tau akhir kisahnya seperti apa this
wonderful. Cuma sepuluh menit lho.
Minimalnya ada yang menulis 28 kata. Semua panitia juga ikut serta dan
menyelesaikannya kecuali Qori yang menjadi moderator tadi. Katanya tidak ada ide
untuk menulis dengan waktu yang sesingkat itu.
Pada intinya menulis
kadang membutuhkan waktu yang terdesak. Hati-hati dengan Jerry yang tersudutkan
oleh Tom. Ia dapat melampaui batas kemampuan dari yang biasanya. Begitu juga
dengan ide-ide itu. Sama kaya ngerjain tugas kalo ga deadline ga selesai. Tapi
balik lagi ke masing-masing pribadi. Kita
mau hasil yang dirancang dengan matang atau ide kebut semalam.
Bagiku menulis seperti
kebutuhanku mendengar musik yang punya timing tersendiri. Meski belum menjadi
kebiasaan setidaknya sudah punya tempat dikehidupanku ini. Seperti kisah pada
cerita berkarya atau mati jika kita berbicara hal yang seharusnya.
0 komentar:
Posting Komentar