Oleh Alizar Tanjung
Saya
sering ditanya kawan-kawan ketika memberikan pelatihan menulis. "Kenapa
saya susah sekali menulis". Alasan itu dikemukan dengan berbagai dalih.
Ada yang mengatakan susah mendapatkan ide. Ada yang mengatakan susah merangkai
kata-kata. Ada yang mengatakan tidak tahu harus dimulai dari mana. Dan
pertanyaan-pertanyaan ini bukan barang baru lagi dalam pertanyaan setiap
seminar kepenulisan.
Saya hanya ingin mengatakan dengan analogi
memasak singkong rebus. Pertama tentu saya akan kembali menggali umbi singkong.
Setelah umbi digali, kemudian dicuci. Setelah dicuci barulah dikelupas
kulitnya. Selesai dikelupas barulah direbus. Saat merebus juga harus memberikan
garam dan sari manis dengan takaran yang pas. Kalau ingin lebih enak singkong
yang telah direbus ditumbuh, sehingga menjadi bubur keras. barulah singkong
siap untuk dihidangkan.
Menulis
seperti merebus singkong. Tidak mungkin singkong akan enak rasanya kalau kita
mendahulukan merebus daripda mencucinya. Tentu tidak akan matang-matang
singkong jika kita mendahulukan mencuci daripada menggali umbinya. Tidak
mungkin pula dahulu merebus daripada mendapatkan singkongnya. Kronologis inilah
yang juga mesti diketahui oleh seorang penulis pemula.
Derita
yang baik itu cerita yang mampu diungkapkan dengan kronoliogis jelas oleh sang
pengarangnya. Sehingga cerita benar-benar enak untuk dinikmati. Memahami
kronologis atau sistematis cerita akan mempermudah pengarang menyelesaikan
ceritanya. Tidak akan ada lagi pertanyaan darimana saya harus mulai mengarang.
Kenapa saya tidak bisa membuat paragraf pertama.
Saya
pernah membuat cerita dengan judul Sakit Sultan. Cerpen ini kemudian
diterbitkan di koran nasional. Kronologis ceritanya. Cerita dimulai dari sakit
Sultan. Sakit menjelang sakratul maut. Sakitnya parah mengeluarkan belatung
dari tubuhnya. Ada apa dengan sakit Sultan.
Sakit
Sultan di runut ke masa lalu. Apa yang terjadi dengan Sultan di masa lalu.
Masuklah kisah selanjutnya. Sultan bersama teman-temannya memaling. Menyumpah
Tuhan. Kemudian dia menendang orang tua yang benar-benar ringkiah. Orang tua
itu meminta-minta. Tetapi Sultan malah menendangnya tanpa apa pun. Hari-hari
berikutnya Sultan mulai gatal-gatal kulitnya. Hingga sampai mengandung
belatung.Endingnya Sultan mati.
Menjawab
pertanyaan susah menulis. Ternyata bukan susahnya yang menjadi persoalan,
tetapi rasa malas itu yang membuat enggan menggerakkan pena, pensil, laptop,
android. Menulis, menulis, menulislah, meski hanya satu atau dua paragraf.
Inillah obat Susah Menulis. Susah itu ada dalam pikiran. Kalau dipikirkan tidak
susah dan dikerjakan maka pasti tidak susah. Biarkan cerita itu mengalir tanpa
mengeditnya terlebih dahulu.
Salah
dan rasa khawatir jangan dipikirkan saat mengarang. Tuliskan apa yang ada di
pikiran seperti angin lalu. Tidak tersangkut dengan EYD, bahasa sms, salah
mengetik kata,. Biarkan yang slah itu salah sampai tulisan itu selesai. Kalau
sudah selesai baru diedit.***
0 komentar:
Posting Komentar