Laporan Salmaini
Minggu, 13 Januari 2012 sekolah
menulis Forum Lingkar Pena Sumatera Barat (Sekmen FLP Sumbar) memasuki sekmen
ke-8. Pertemuan dibuka oleh Alizar Tanjung dan dimoderatori oleh Indah Permata
Sari. Materi yang dibahas pada pertemuan itu adalah Media Massa.
“Pada pertemuan kali ini yang akan
memberikan materi adalah saya. Sebenarnya saya sudah mengundang teman untuk
mendampingi saya. Tapi, teman saya itu berhalangan hadir. Jadi saya harus
menjelaskan media kepada teman-teman sendirian.” Itulah sederetan kalimat
pembuka sekmen yang disampaikan Alizar Tanjung.
Selesai membuka sekmen, Alizar
Tanjung mengeluarkan semua isi tas ransel hitamnya. Koran Kompas dan Padang
Ekspress, majalah Story dan Horison, kumpulan sajak, satu buah novel
terjemahan, dan satu bauh notebook
kecil warna hijau daun. Itu semua cukup membuat peserta sekmen mengulum tawa
melihat kegigihan dan kecintaan Alizar Tanjung pada dunia kepenulisan.
“Saya harap setiap karya yang
teman-teman tulis dapat teman-teman publikasikan. Contohnya laporan kegiatan
yang saya suruh kemarin. Laporan yang teman-teman tulis tersebut, saya masukkan
ke dalam blok sekmen FLP. Sehingga, itu dapat menjadi media promosi kegiatan
kita kepada masyarakat. Laporan yang teman-teman tulis kemarin cukup bagus.
Namun, kata abang dan kakak dalam laporan itu harus dihilangkan. Karena laporan
kita akan dibaca oleh pembaca dari berbagai kalangan dan umur yang berbeda.
Tidak mungkin seorang nenek-nenek membaca berita tersebut dan memanggil Alizar
Tanjung yang baru berumur dua puluh lima
tahun dengan sebutan abang.” Alizar tanjung mengomentari laporan-laporan yang
diupload peserta sekmen di facebook. “Hal yang tidak boleh hilang
dalam laporan adalah 5W+1H dan minimalisir penggunaan kataku dalam sebuah
laporan.” Alizar Tanjung menambahkan materi tentang tata cara pembuatan laporan
kegiatan yang benar.
“Media ada tiga. Pertama media online. Contohnya Annida. Annida
menerima kiriman cerpen, epik, laporan, dan cerbung. Cerpen yang dikirim
minimal 4 halaman dan maksimal tidak terbatas. Tapi jangan sampai sebuah cerpen
panjangnya 60 halaman. Laporan yang dikirim harus dilengkapi dengan foto. Cerbung
boleh sampai 40 halaman. Annida biasanya menerbitkan 3 cerpen setiap minggunya.”
Penjelasan Alizar Tanjung membuat mata peserta sekmen tidak berkedip karena
antusias menyimak materi yang disampaikannya.
“Media kedua adalah media cetak.
Media cetak berupa koran dan majalah.” Alizar tanjung menjelaskan setiap kolom
yang dapat memuat tulisan yang dikirim peserta sekmen. Ada kolom laporan, cerpen,
puisi, artikel, opini, berita, dan iklan. “Media ketiga adalah penerbit yaitu
media yang menerbitkan dan mempublikasikan setiap karya yang kita tulis.”
Selain menjelaskan macam-macam media,
Alizar Tanjung juga menjelaskan karakter media dan kecenderungan tulisan yang
diterbitkan oleh media tersebut serta cara pengiriman tulisan ke media.
Penjelasan panjang lebar dari Alizar Tanjung sedikit banyaknya membuat peserta sekmen
paham akan berbagai media.
“Ada pertanyaan?” itulah yang
diucapkan Alizar Tanjung setelah selesai menjelaskan materi tentang media.
Awalnya tak seorang pun peserta sekmen yang merespon pertanyaan Alizar Tanjung.
Tidak mau melihat Alizar Tanjung kecewa, Riri Diana mengangkat tangan.
“Misalnya tulisan kita belum ada yang terbit di media lokal, bolehkah kita
mengirim tulisan kita ke media nasional?”
“Boleh saja kita mengirim tulisan ke
media nasional walaupun tulisan kita belum ada yang terbit di media lokal
asalkan kita yakin karya kita itu bagus.” Itulah jawaban Alizar Tanjung dari pertanyaan
Riri.
“Bolehkah kita menegaskan ke media
jika tulisan kita tidak diterbitkan maka kita akan menarik kembali tulisan yang
kita kirim?” Indah Permata Sari pun tak mau kalah dengan Riri Diana.
“Boleh. Asalkan bahasa yang kita
gunakan tidak terkesan mengancam. Untuk penulis alangkah lebih baiknya tidak
membuat media tersinggung. Apalagi penulis pemula, hal itu tidak baik untuk
kedepannya.” Alizar Tanjung menjawab pertanyaan Indah Permata Sari dengan semangat
empat lima.
Pertanyaan dari Indah merupakan sesi
terakhir materi dengan Alizar Tanjung. Selanjutnya materi dilanjutkan oleh Dodi
Saputra yang merupakan Anggota FLP STKIP PGRI Padang.
“Menulis ibarat bertani. Harus
bersabar, gigih, dan lapang dada.” Itulah kata-kata pamungkas yang diungkapkan
Dodi Saputra. “Kita harus memahami karakter dan kecenderungan tulisan yang
deterbitkan oleh suatu media. Kita tidak boleh salah dalam mengirim tulisan. Misalnya,
tulisan yang bertemakan remaja kita kirim ke majalah Ummi, tentunya tulisan
kita tidak akan pernah terbit.” Penjelasan Dodi Saputra membuat peserta sekmen
mengangguk-angguk.
“Setelah tulisan kita dikirim
berdo’alah agar tulisan kita diterbitkan. Dalam menulis jangan saja mengejar
honor karena penulis profesional tidak hanya mengejar honor tapi mereka lebih
mengutamakan kualitas tulisan mereka sehingga tulisan mereka dapat terbit di
media lokal, nasional dan internasional.” Itulah kalimat penutup yang disampaikan
Dodi Saputra sebelum zuhur.
Setelah zuhur acara sekmen kembali dibuka
oleh Alizar Tanjung. Materi dilanjutkan oleh seorang guru TK yang tulisannya
telah terbit di berbagai media. Riyen, begitulah Alizar Tanjung memanggilnya.
Tulisan Riyen lebih cenderung ke artikel. “Dalam menulis jangan lepas dari
kevaliditasan ilmiah.” Riyen mengungkapkan kunci keberhasilan tulisannya
menembus media.
“Ketika pertama kali menulis dan
mengirim tulisan ke media, saya menemukan berbagai kesulitan. Salah satunya
adalah tulisan yang telah saya kirim selama enam bulan belum satu pun yang
diterbitkan media. Di saat saya hampir putus asa, jerih payah saya pun terobati.
Tulisan yang telah saya kirim tersebut, terbit setiap minggunya. Hal itu
membuat saya kembali bersemangat dalam menulis.” Penuturan Riyen membuat
peserta sekmen terkagum-kagum akan kegigihan Riyen dalam menekuni dunia
kepenulisan.
“Dalam menulis kita harus banyak membaca
dan mendengarkan informasi baik di media cetak maupun di media massa. Ketika
kita menulis, kita harus dapat membuat segala hal menjadi inspirasi. Selain
itu, sikap jujur dan personality of the
best juga harus kita perhatikan dalam menulis.” Riyen menjelaskan dengan
gayanya yang ceplas-ceplos.
“Apa puisi yang paling Riyen sukai
selama dunia kepenulisan?” Itulah pertanyaan yang diungkapkan Dini Widya Herlinda.
“Saya sangat menyukai puisi-puisi karya
Kahlil Gibran, Chairil Anwar dan Aswendo.” Riyen mengungkapkan nama-nama
pengarang favoritnya dengan wajah berseri-seri.
Tiga puluh menit waktu telah dihabiskan
Riyen berbagi pengalamannya tentang dunia kepenulisan. Selanjutnya acara
diambil alih oleh Alizar Tanjung. Sebelum memulai pembedahan karya, Alizar
Tanjung menantang peserta sekmen untuk mengirim tiga buah karya mereka ke tiga media
yang berbeda. Setelah itu acara pembedahan karya pun dimulai. Cerpen yang
berjudul TA (Tititp Absen) karya Salmaini cukup membuat peserta sekmen antusias
mengkritik tulisan amatiran itu. Selanjutnya pembedahan karya dilanjutkan pada
puisi Nelly. Puisi-puisi Nelly cukup baik sehingga tidak begitu banyak yang
mengkritik karyanya. Karena dibatasi waktu, karya-karya yang belum sempat
dibedah bersama dikritik secara keseluruhan oleh Alizar Tanjung.***
0 komentar:
Posting Komentar