Oleh Alizar Tanjung
Kemenangan terbesari itu dalam diri kita sendiri
Sadar atau tidak kemenangan menulis itu ada dalam diri sendiri. Menulis merupakan proses menemukan jati diri. Hal itu tidak dapat dilakukan oleh orang lain, ia timbul karena adanya kemauan dari penulis. Orang lain hanya mampu memberikan semacam suspen, motivasi, atau dorongan. Sedangkan asal sebenarnya ada dalam diri sendiri.
Pernahkah kita merasakan, “Aduh, malasnya menulis.” “Aku lagi ndak mut menulis.” “Kenapa ya aku tidak ingin sekali menulis hari ini,” “Aku ingin sekali menghasilkan banyak karya tapi aku tidak ada yang memotivasi.” “Kenapa ya karya-karya saya jarang kualitasnya menurun.” “Bagaimana mungkin aku bisa menulis lebih baik kalau tidak ada motivasi.” Masih banyak lagi deretan kalimat-kalimat yang mirip dengan kalimat-kalimat yang penulis lontarkan.
Pernahkah anda mengalami hal itu? Pernah. Bearti bukan saya saja yang mengalami hal demikian. Tapi tidak semuanya itu mesti berada dari luar. Menulis tidak mengenal waktu, kadang ia bisa saja dilakukan pagi hari, kadang siang hari, kadang malam hari, kadang sepertiga malam, di atas mobil, di kebun, di tempat rekreasi.
Sebuah kisah disebutkan sebagai pemecah batu. Orang itu disuruh memecah batu dengan batu kecil. Batu besarnya luarbiasa. Orang itu tidak pesimis untuk memecahkan batu. Satu hari memang sedikit yang retak. Dua hari juga sedikit. Tapi setelah berhari-hari batu yang besar dapat dicairkan dengan batu yang kecil.
Menulis juga semacam memecah batu. Motivasinya tidak masalah itu besar atau kecil, selagi dia terus melakukannya. Toh yang sedikit bisa menjadi sesuatu amat berharga.
Kemenangan terbesari itu dalam diri kita sendiri
Sadar atau tidak kemenangan menulis itu ada dalam diri sendiri. Menulis merupakan proses menemukan jati diri. Hal itu tidak dapat dilakukan oleh orang lain, ia timbul karena adanya kemauan dari penulis. Orang lain hanya mampu memberikan semacam suspen, motivasi, atau dorongan. Sedangkan asal sebenarnya ada dalam diri sendiri.
Pernahkah kita merasakan, “Aduh, malasnya menulis.” “Aku lagi ndak mut menulis.” “Kenapa ya aku tidak ingin sekali menulis hari ini,” “Aku ingin sekali menghasilkan banyak karya tapi aku tidak ada yang memotivasi.” “Kenapa ya karya-karya saya jarang kualitasnya menurun.” “Bagaimana mungkin aku bisa menulis lebih baik kalau tidak ada motivasi.” Masih banyak lagi deretan kalimat-kalimat yang mirip dengan kalimat-kalimat yang penulis lontarkan.
Pernahkah anda mengalami hal itu? Pernah. Bearti bukan saya saja yang mengalami hal demikian. Tapi tidak semuanya itu mesti berada dari luar. Menulis tidak mengenal waktu, kadang ia bisa saja dilakukan pagi hari, kadang siang hari, kadang malam hari, kadang sepertiga malam, di atas mobil, di kebun, di tempat rekreasi.
Sebuah kisah disebutkan sebagai pemecah batu. Orang itu disuruh memecah batu dengan batu kecil. Batu besarnya luarbiasa. Orang itu tidak pesimis untuk memecahkan batu. Satu hari memang sedikit yang retak. Dua hari juga sedikit. Tapi setelah berhari-hari batu yang besar dapat dicairkan dengan batu yang kecil.
Menulis juga semacam memecah batu. Motivasinya tidak masalah itu besar atau kecil, selagi dia terus melakukannya. Toh yang sedikit bisa menjadi sesuatu amat berharga.
0 komentar:
Posting Komentar