Minggu, 20 Januari 2013 dengan penuh semangat ku langkahkan kaki untuk
mengikuti sekolah menulis FLP SUMBAR. Hari ini memasuki pertemuaan ke-9
yang merupakan sekmen terakhir di tahun 2013. Seorang pemateri yang
luar biasa dihadirkan untuk membawa kami bermimpi keliling dunia.
Seorang novelis yang pernah melalang buana sampai ke negri suku
Aboringin ini menyempatkan hadir untuk sharing bersama kami. Beliau
adalah sastrawan Sumbar, Darman Moenir.
Acara diawali oleh
Alizar Tanjung seorang sastrawan muda dari Sumbar. Ditambah Sedikit
siraman dari Al-quran surat as-syuara. “Alqur’an mengandung Syair-syair
yang sangat indah dan tidak bisa ditiru oleh orang zaman sekarang,
apalah jadinya jika dahulu alquran itu tidak dituliskan pastilah kita
tidak akan dapat menikmati saat sekarang ini. Begitu juga karya, jika
tidak dituliskan maka tidak akan dinikmati oleh generasi selanjutnya.”
Begitu kata beliau.
Acara di serahkan sepenuhnya kepada Darman
Moenir yang dimoderatori oleh seorang puisitis, Neli. Wajah yang
bersinar dan senyuman yang iklas manghampiri kami satu-persatu ketika
berkenalan dengan beliau. “Orang besar itu bermula dari menulis. Tidak
semua orang bisa menulis. Seorang yang pintar bicara belum tentu pintar
menulis, tapi seorang yang pintar menulis pasti pintar dalam bicara.”
Satu kalimat pertama yang membuat mata kami terpaku olehnya.
Mewujudkan targetan sekmen FLP yang terakhir, maka hari ini Darman
Moenir membahas mengenai “ bagaimana menulis novel yang fenomental dan
tidak mengulang novel-novel sebelumnya.”
“Apa yang telah
ditulis Buya Hamka tidak perlu ditulis lagi, sekarang saatnya kita
menciptakan karya baru bukan meniru bentuk karya orang lain.”Tambah
beliau.
Seorang penulis novel bako ini menanamkan kepada kami
“kuasai mother language terlebih dahulu untuk bisa menjadi penulis. Jika
telah menguasai mother language maka jangan segan menyunting karya
orang lain yang salah berdasarkan mother language. Mother language
adalah kunci utama penulis.”Tambah beliau.
Riza yang hampir menyelesaikan sebuah novel perdananya menayakan “Bagaimanakah menulis novel yang bagus itu.”Tanya Riza.
“Novel yang bagus tidak terlepas dari konflik, konflik menghidupakan
novel yang mati. Ciptakan konflik dalam novel berdasarkan kehidupan
sehari-hari, bercerminlah kepada beberapa novel yang terdapat perjuangan
didalamnya seperti the old man in the sea, rumah mati diserebia, bumi
manusia dan lain-lain.” Jawab Darman Moenir.
Tak sabar dengan
segudang pertanyaan, Dini malah mengancungkan tangan lebih cepat dari
peserta lain, dengan jujur dini yang belum membaca novel bako
menanyakan. “ Apa yang menjadi konflik utama dari novel bako hingga
bako menjadi novel yang populer”. Tanya Dini.
“Bako adalah
novel Roman bercerita tentang konflik kepribadian yang dialami oleh
tokoh ibu yang menjalani kehidupan tidak sesuai dengan tatanan adat
dalam masyarakat Minangkabau. Roman bako inilah yang membawa saya
keliling dunia bahkan sampai ke Amerika.”
Kamipun dihanyutkan
dengan pengalaman inspiratif beliau melalui novel-novel yang telah
diciptakanya, “Berkelana didunia lewat tulisan seolah-olah hanya mimpi.
Lewat tulisan saya dikenal manusia dibelahan dunia Barat. Tulisan
mengantarkan saya ke Bali, Malaysia, Singapura, Filipina, Sri Lanka
bahkan sampai ke Amerika. Ini adalah pengalamnan hidup yang tak
terlupakan hingga kapanpun” Begitu kata beliau.
“Maka teruslah
menulis sampai tulisan-tulisanmu menjadi tiket perjalanan keliling
dunia.” Begitu banyak kata-kata motivasi dari beliau yang membuat mata
kami tak berkedip di depanya.
Diskusi berjalan seiring
detingan jam,waktu yang tak pernah berkompromi menunjukan jam 12.00
WIB. Setelaah istirahat acara diambil alih kembali oleh Alizar Tanjung.
Saatnya evaluasi tugas-tugas yang diberikan minggu lalu. Dimulai dengan
evaluasi para peserta yang telah mengirimkan karya ke 3 media yang
berbeda. Teryata banyak diantara kami yang telah mengirimkan
karya-karyanya dan terbit di media. Diantaranya laporan berita yang
ditulis Riri terbit di salah satu koran lokal minggu ini.
Acara
wisuda FLP Sumbar akan diadakan bulan Februari dan selajutnya diskusi
akan dilanjutnya diruang terbuka seperti taman budaya dan taman melati.
Melalui ruang terbuka akan mendapat inspirasi baru bagi penulis. Diskusi
akan dilanjutkan 2 minggu berikutnya dengan agenda bedah karya
masih-masing kami. Kami diberi tugas untuk berkarya sebanyak-banyaknya
dengan melakukan gerakan 1 hari satu karya.
Salam berkarya
Acara diawali oleh Alizar Tanjung seorang sastrawan muda dari Sumbar. Ditambah Sedikit siraman dari Al-quran surat as-syuara. “Alqur’an mengandung Syair-syair yang sangat indah dan tidak bisa ditiru oleh orang zaman sekarang, apalah jadinya jika dahulu alquran itu tidak dituliskan pastilah kita tidak akan dapat menikmati saat sekarang ini. Begitu juga karya, jika tidak dituliskan maka tidak akan dinikmati oleh generasi selanjutnya.” Begitu kata beliau.
Acara di serahkan sepenuhnya kepada Darman Moenir yang dimoderatori oleh seorang puisitis, Neli. Wajah yang bersinar dan senyuman yang iklas manghampiri kami satu-persatu ketika berkenalan dengan beliau. “Orang besar itu bermula dari menulis. Tidak semua orang bisa menulis. Seorang yang pintar bicara belum tentu pintar menulis, tapi seorang yang pintar menulis pasti pintar dalam bicara.” Satu kalimat pertama yang membuat mata kami terpaku olehnya.
Mewujudkan targetan sekmen FLP yang terakhir, maka hari ini Darman Moenir membahas mengenai “ bagaimana menulis novel yang fenomental dan tidak mengulang novel-novel sebelumnya.”
“Apa yang telah ditulis Buya Hamka tidak perlu ditulis lagi, sekarang saatnya kita menciptakan karya baru bukan meniru bentuk karya orang lain.”Tambah beliau.
Seorang penulis novel bako ini menanamkan kepada kami “kuasai mother language terlebih dahulu untuk bisa menjadi penulis. Jika telah menguasai mother language maka jangan segan menyunting karya orang lain yang salah berdasarkan mother language. Mother language adalah kunci utama penulis.”Tambah beliau.
Riza yang hampir menyelesaikan sebuah novel perdananya menayakan “Bagaimanakah menulis novel yang bagus itu.”Tanya Riza.
“Novel yang bagus tidak terlepas dari konflik, konflik menghidupakan novel yang mati. Ciptakan konflik dalam novel berdasarkan kehidupan sehari-hari, bercerminlah kepada beberapa novel yang terdapat perjuangan didalamnya seperti the old man in the sea, rumah mati diserebia, bumi manusia dan lain-lain.” Jawab Darman Moenir.
Tak sabar dengan segudang pertanyaan, Dini malah mengancungkan tangan lebih cepat dari peserta lain, dengan jujur dini yang belum membaca novel bako menanyakan. “ Apa yang menjadi konflik utama dari novel bako hingga bako menjadi novel yang populer”. Tanya Dini.
“Bako adalah novel Roman bercerita tentang konflik kepribadian yang dialami oleh tokoh ibu yang menjalani kehidupan tidak sesuai dengan tatanan adat dalam masyarakat Minangkabau. Roman bako inilah yang membawa saya keliling dunia bahkan sampai ke Amerika.”
Kamipun dihanyutkan dengan pengalaman inspiratif beliau melalui novel-novel yang telah diciptakanya, “Berkelana didunia lewat tulisan seolah-olah hanya mimpi. Lewat tulisan saya dikenal manusia dibelahan dunia Barat. Tulisan mengantarkan saya ke Bali, Malaysia, Singapura, Filipina, Sri Lanka bahkan sampai ke Amerika. Ini adalah pengalamnan hidup yang tak terlupakan hingga kapanpun” Begitu kata beliau.
“Maka teruslah menulis sampai tulisan-tulisanmu menjadi tiket perjalanan keliling dunia.” Begitu banyak kata-kata motivasi dari beliau yang membuat mata kami tak berkedip di depanya.
Diskusi berjalan seiring detingan jam,waktu yang tak pernah berkompromi menunjukan jam 12.00 WIB. Setelaah istirahat acara diambil alih kembali oleh Alizar Tanjung. Saatnya evaluasi tugas-tugas yang diberikan minggu lalu. Dimulai dengan evaluasi para peserta yang telah mengirimkan karya ke 3 media yang berbeda. Teryata banyak diantara kami yang telah mengirimkan karya-karyanya dan terbit di media. Diantaranya laporan berita yang ditulis Riri terbit di salah satu koran lokal minggu ini.
Acara wisuda FLP Sumbar akan diadakan bulan Februari dan selajutnya diskusi akan dilanjutnya diruang terbuka seperti taman budaya dan taman melati. Melalui ruang terbuka akan mendapat inspirasi baru bagi penulis. Diskusi akan dilanjutkan 2 minggu berikutnya dengan agenda bedah karya masih-masing kami. Kami diberi tugas untuk berkarya sebanyak-banyaknya dengan melakukan gerakan 1 hari satu karya.
Salam berkarya
0 komentar:
Posting Komentar