Pages

Rabu, 23 Januari 2013

Cara Menembus Media Masa




Laporan Indah Permata Sari
Sang surya sudah memancarkan pesonanya saat aku berangkat ke acara pertemuan menulis yang selalu  mampu memotivasiku untuk terus menulis. Pagi itu, aku begitu semangat untuk mendapatkan secercah pengetahuan tentang dunia kepenulisan.  Aku pun berangkat ke lokasi Sekolah Menulis FLP Sumbar di dekat STKIP.
Hari itu tema yang akan dibahas tentang  cara pengiriman karya tulis ke media massa. Alizar Tanjung selaku pemimpin Sekmen itu pun memulai diskusinya dengan membagikan  copian berupa kumpulan email penerbit koran ataupun majalah yang ada. Beliau juga mengundang para penulis muda yang sudah berhasil karyanya terbit di koran baik koran lokal maupun nasional.
Adapun yang hadir yaitu Dodi Putra dan Rien. Mereka pun berbagi cerita tentang pengalamannya mengirim karya di media massa. Untuk Dodi Putra, dia tidak menemukan kendala berarti saat mengirim karyanya. Namun sangat berbeda dengan Rien yang menemukan lika liku sebelum akhirnya karyanya berhasil diterbitkan. Rien lebih menfokuskan penulisan karyanya berupa artikel. Beliau terus mengirim artikel berturut turut. hingga sampai 6 bulan, masih belum ada kabar bahwa karyanya akan diterbitkan. Ia mulai putus asa dan bermaksud menghentikan keinginannya untuk jadi penulis. Disaat ia merencanakn hal itu, nasib baik pun mulai menghampirinya. Ia melihat satu persatu artikel yang ia kirim diterbitkan berturut turut. Sungguh tak sia sia usaha yang ia lakukan selama ini. Walau membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui hasilnya, pada akhirnya artikelnya diterbitkan di media massa. Sikap itulah yang mesti dimiliki oleh seorang pemulis, ‘pantang menyerah dan sabar’.
 Kembali pada tema kita tentang cara menembus media massa, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti:
·         Panjang cerpen ke Koran rata rata 4 halaman kecuali untuk majalah story bisa sampai 7 halaman. Naskah diketik dalam MS Word, kertas A4, tulisan Times New Roman,ukuran 12, spasi 1,5, maksimal 10.000 karakter dan disimpan dalam format RTF < Rich Text Format>
·         Harus sesuai dengan EYD.
·         Ketahui selera penerbit seperti Majalah Bobo menerima karya special tentang anak anak. Jadi, tak mungkin kita kirimkan karya tentang rumah tangga yang lebih cocok untuk majalah ummi.
 Selain itu, hal yang perlu diperhatikan yaitu cara pengiriman melalui email dimana kita mesti memperkenalkan diri dengan menggunakan bahasa yang sopan. Dan jangan lupa menyertai dengan nomor HP dan nomor rekening. Perlu diketahui bahwasanya hampir semua Koran, batas muatnya hingga 1 bulan. Jika  terbitnya bulan ini maka honornya bisa diterima pada bulan berikutnya.
Setelah menjelaskan tentang cara pengiriman, diskusi pun berlanjut tentang honor atau royalty yang akan diterima jika karya yang dikirim dapat terbit di media massa. Jumlah royaltinya pun bervariasi yang berkisar dari Rp 100.000,00-Rp1.000.000,00 diterima..  Adapun jenis tulisan yang bisa di kirimkan yaitu: cerpen, puisi, artikel,resensi dll. Kesemuanya akan berbeda beda honor yang diterima.
 Sistem pengambilan royaltinya bisa melalui rekening ataupun langsung menuju redaksi penerbit. Jika lokasi redaksinya begitu jauh, maka lebih cocok dipakai cara  yang pertama.
Selain mengetahui alamat email, kami pun mengetahui beberapa penerbit yang menerima karya dalam bentuk novel, buku motivasi dan buku islami seperti: Mizan, Gramedia, Media Kompetindo dan Bentang Pustaka.
Seusai membahas tentang cara menembus media, diskusi pun berlanjut kepada bedah karya kami masing masing. Pada pertemuan ke 8 ini, sudah dapat dilihat kemajuan yang signifikan tentang bakat kepenulisan dari para peserta Sekmen. Bagi yang menulis puisi, diksi yang di pilihnya mampu membuat pembaca terkesima dan maknanya pun begitu dalam. Sedangkan bagi yang menulis cerpen, isi ceritanya sudah mulai focus pada suatu tema dan kesalahan EYD nya sudah berkurang dari sebelumnya. Semoga  cita cita Sekmen untuk melahirkan para penulis muda bisa tercapai. Aamiin.

Semangat Dibalik Hujan


Laporan Fithra Suratno



Padang, 13 Januari 2013.
Sebenarnya, hari tak begitu cerah pagi itu. Saat masih subuh saja sebuah anugrah telah turun membasahi Kota Padang sekitarnya. Mendung. Meskipun warna pagi agak tak semangat, tapi sepertinya semangatku begitu membara. Mungkin karena kemaren aku melewatkan satu pertemuan di sekmen Flp.
            Hampir saja mendung mengecohku. Takut telat. Gerimis menemani langkah yang terburu waktu. Pukul 10.00 wib, acara diskusi di mulai dan pada pertemuan itu yang berkesempatan memberikan materi adalah Alizar Tanjung sendiri, yang biasanya membimbing bedah karya Sekmen Flp di setiap minggunya.
“Cara Menembus Media Massa”, tema yang sangat menarik dan tentunya setiap anggota sekmen flp sangat menantikan karyanya diterbitkan. Ternyata sangat banyak media massa yang bisa menampung karya teman-teman yang berbakat dan mau berkarya. Nah, Alizar Tanjung memperkenalkan beberapa media massa yang dibawanya karena salah satu tips nya adalah mengenal karakter dari setiap media massa itu sendiri.
Selanjutnya seperti seorang pegawai atau pekerja, setelah bekerja tentu saja ingin mendapatkan hasil yang setimpal dengan apa yang telah diusahakan. Honor? benar. Honor yang diraihpun cukup lumayan. Berkisar Rp. 50.000,- s/d Rp. 1.500.000,-. Dan lagi-lagi dia menjelaskan bahwa tujuan utama menulis itu bukan semata honornya tapi kalau itu dijadikan pemicu untuk berkarya boleh-boleh saja.
            Pertemuan itu dihadiri oleh sepuluh orang peserta Sekmen, dua orang instruktur dan beberapa pemateri. Alizar Tanjung ditemani oleh dua orang rekannya yaitu Dodi Saputa dan Riyen. Mereka memberikan pengalaman masing-masing tentang perjalanan mereka dalam memulai karya mereka.
            “Saya memilih mantagi sebagai karya yang pertama kali saya kirimkan dan alhamdulillah karya saya langsung dimuat tanpa harus menunggu lama”, kisah Dodi.
            “Dalam mengirimkan karya ada beberapa hal yang perlu kita tanamkan dalam diri masing-masing. Yang pertama adalah kerja keras, sabar, dan untuk hasilnya kita serahkan pada yang diatas”, tambah Dodi.
            “Aku begitu penasaran kenapa cerpenku tak pernah dimuat di media massa. Heh, kata teman-teman cerpenku cukup bagus cuma perlu perbaikan dan perbaikan lagi”, Riyen menceritakan pengalaman getirnya.
            Pengalaman getir Riyen selanjutnya langsung ditukas dengan prestasi-prestasinya dalam menulis artikel dan opini. Dia selalu berhasil membuat redaktur media massa memuat artikel-artikelnya itu.
            Begitulah suasana di sekmen flp hari itu. Seperti biasa, materi akan dilanjutkan dengan diskusi. Semua peserta yang ada di dalam ruangan mendapatkan ilmu dan kritikan atas karya yang telah dibagikan. Dan memang untuk pertemuan saat itu, karya-karya peserta sekmen flp sudah jauh lebih bagus dibandingkan pertemuan sebelumya. Adzan ashar menutup diskusi pada kesempatan itu. Untung saja matahari tidak sembunyi lagi.

Menulis di Media Masa



            Laporan Salmaini
Minggu, 13 Januari 2012 sekolah menulis Forum Lingkar Pena Sumatera Barat (Sekmen FLP Sumbar) memasuki sekmen ke-8. Pertemuan dibuka oleh Alizar Tanjung dan dimoderatori oleh Indah Permata Sari. Materi yang dibahas pada pertemuan itu adalah Media Massa.
            “Pada pertemuan kali ini yang akan memberikan materi adalah saya. Sebenarnya saya sudah mengundang teman untuk mendampingi saya. Tapi, teman saya itu berhalangan hadir. Jadi saya harus menjelaskan media kepada teman-teman sendirian.” Itulah sederetan kalimat pembuka sekmen yang disampaikan Alizar Tanjung.
            Selesai membuka sekmen, Alizar Tanjung mengeluarkan semua isi tas ransel hitamnya. Koran Kompas dan Padang Ekspress, majalah Story dan Horison, kumpulan sajak, satu buah novel terjemahan, dan satu bauh notebook kecil warna hijau daun. Itu semua cukup membuat peserta sekmen mengulum tawa melihat kegigihan dan kecintaan Alizar Tanjung pada dunia kepenulisan.
            “Saya harap setiap karya yang teman-teman tulis dapat teman-teman publikasikan. Contohnya laporan kegiatan yang saya suruh kemarin. Laporan yang teman-teman tulis tersebut, saya masukkan ke dalam blok sekmen FLP. Sehingga, itu dapat menjadi media promosi kegiatan kita kepada masyarakat. Laporan yang teman-teman tulis kemarin cukup bagus. Namun, kata abang dan kakak dalam laporan itu harus dihilangkan. Karena laporan kita akan dibaca oleh pembaca dari berbagai kalangan dan umur yang berbeda. Tidak mungkin seorang nenek-nenek membaca berita tersebut dan memanggil Alizar Tanjung yang baru berumur  dua puluh lima tahun dengan sebutan abang.” Alizar tanjung mengomentari laporan-laporan yang diupload peserta sekmen di facebook. “Hal yang tidak boleh hilang dalam laporan adalah 5W+1H dan minimalisir penggunaan kataku dalam sebuah laporan.” Alizar Tanjung menambahkan materi tentang tata cara pembuatan laporan kegiatan yang benar.
            “Media ada tiga. Pertama media online. Contohnya Annida. Annida menerima kiriman cerpen, epik, laporan, dan cerbung. Cerpen yang dikirim minimal 4 halaman dan maksimal tidak terbatas. Tapi jangan sampai sebuah cerpen panjangnya 60 halaman. Laporan yang dikirim harus dilengkapi dengan foto. Cerbung boleh sampai 40 halaman. Annida biasanya menerbitkan 3 cerpen setiap minggunya.” Penjelasan Alizar Tanjung membuat mata peserta sekmen tidak berkedip karena antusias menyimak materi yang disampaikannya.
            “Media kedua adalah media cetak. Media cetak berupa koran dan majalah.” Alizar tanjung menjelaskan setiap kolom yang dapat memuat tulisan yang dikirim peserta sekmen. Ada kolom laporan, cerpen, puisi, artikel, opini, berita, dan iklan. “Media ketiga adalah penerbit yaitu media yang menerbitkan dan mempublikasikan setiap karya yang kita tulis.”
            Selain menjelaskan macam-macam media, Alizar Tanjung juga menjelaskan karakter media dan kecenderungan tulisan yang diterbitkan oleh media tersebut serta cara pengiriman tulisan ke media. Penjelasan panjang lebar dari Alizar Tanjung sedikit banyaknya membuat peserta sekmen paham akan berbagai media.
            “Ada pertanyaan?” itulah yang diucapkan Alizar Tanjung setelah selesai menjelaskan materi tentang media. Awalnya tak seorang pun peserta sekmen yang merespon pertanyaan Alizar Tanjung. Tidak mau melihat Alizar Tanjung kecewa, Riri Diana mengangkat tangan. “Misalnya tulisan kita belum ada yang terbit di media lokal, bolehkah kita mengirim tulisan kita ke media nasional?”
            “Boleh saja kita mengirim tulisan ke media nasional walaupun tulisan kita belum ada yang terbit di media lokal asalkan kita yakin karya kita itu bagus.” Itulah jawaban Alizar Tanjung dari pertanyaan Riri.
            “Bolehkah kita menegaskan ke media jika tulisan kita tidak diterbitkan maka kita akan menarik kembali tulisan yang kita kirim?” Indah Permata Sari pun tak mau kalah dengan Riri Diana.
            “Boleh. Asalkan bahasa yang kita gunakan tidak terkesan mengancam. Untuk penulis alangkah lebih baiknya tidak membuat media tersinggung. Apalagi penulis pemula, hal itu tidak baik untuk kedepannya.” Alizar Tanjung menjawab pertanyaan Indah Permata Sari dengan semangat empat lima.
            Pertanyaan dari Indah merupakan sesi terakhir materi dengan Alizar Tanjung. Selanjutnya materi dilanjutkan oleh Dodi Saputra yang merupakan Anggota FLP STKIP PGRI Padang.
            “Menulis ibarat bertani. Harus bersabar, gigih, dan lapang dada.” Itulah kata-kata pamungkas yang diungkapkan Dodi Saputra. “Kita harus memahami karakter dan kecenderungan tulisan yang deterbitkan oleh suatu media. Kita tidak boleh salah dalam mengirim tulisan. Misalnya, tulisan yang bertemakan remaja kita kirim ke majalah Ummi, tentunya tulisan kita tidak akan pernah terbit.” Penjelasan Dodi Saputra membuat peserta sekmen mengangguk-angguk.
            “Setelah tulisan kita dikirim berdo’alah agar tulisan kita diterbitkan. Dalam menulis jangan saja mengejar honor karena penulis profesional tidak hanya mengejar honor tapi mereka lebih mengutamakan kualitas tulisan mereka sehingga tulisan mereka dapat terbit di media lokal, nasional dan internasional.” Itulah kalimat penutup yang disampaikan Dodi Saputra sebelum zuhur.
            Setelah zuhur acara sekmen kembali dibuka oleh Alizar Tanjung. Materi dilanjutkan oleh seorang guru TK yang tulisannya telah terbit di berbagai media. Riyen, begitulah Alizar Tanjung memanggilnya. Tulisan Riyen lebih cenderung ke artikel. “Dalam menulis jangan lepas dari kevaliditasan ilmiah.” Riyen mengungkapkan kunci keberhasilan tulisannya menembus media.
“Ketika pertama kali menulis dan mengirim tulisan ke media, saya menemukan berbagai kesulitan. Salah satunya adalah tulisan yang telah saya kirim selama enam bulan belum satu pun yang diterbitkan media. Di saat saya hampir putus asa, jerih payah saya pun terobati. Tulisan yang telah saya kirim tersebut, terbit setiap minggunya. Hal itu membuat saya kembali bersemangat dalam menulis.” Penuturan Riyen membuat peserta sekmen terkagum-kagum akan kegigihan Riyen dalam menekuni dunia kepenulisan.
“Dalam menulis kita harus banyak membaca dan mendengarkan informasi baik di media cetak maupun di media massa. Ketika kita menulis, kita harus dapat membuat segala hal menjadi inspirasi. Selain itu, sikap jujur dan personality of the best juga harus kita perhatikan dalam menulis.” Riyen menjelaskan dengan gayanya yang ceplas-ceplos.
“Apa puisi yang paling Riyen sukai selama dunia kepenulisan?” Itulah pertanyaan yang diungkapkan Dini Widya  Herlinda.
“Saya sangat menyukai puisi-puisi karya Kahlil Gibran, Chairil Anwar dan Aswendo.” Riyen mengungkapkan nama-nama pengarang favoritnya dengan wajah berseri-seri.
Tiga puluh menit waktu telah dihabiskan Riyen berbagi pengalamannya tentang dunia kepenulisan. Selanjutnya acara diambil alih oleh Alizar Tanjung. Sebelum memulai pembedahan karya, Alizar Tanjung menantang peserta sekmen untuk mengirim tiga buah karya mereka ke tiga media yang berbeda. Setelah itu acara pembedahan karya pun dimulai. Cerpen yang berjudul TA (Tititp Absen) karya Salmaini cukup membuat peserta sekmen antusias mengkritik tulisan amatiran itu. Selanjutnya pembedahan karya dilanjutkan pada puisi Nelly. Puisi-puisi Nelly cukup baik sehingga tidak begitu banyak yang mengkritik karyanya. Karena dibatasi waktu, karya-karya yang belum sempat dibedah bersama dikritik secara keseluruhan oleh Alizar Tanjung.***

Targetan Selama Libur Sekmen FLP

Fotografer Hasneli Suryani
Laporan Riri Diana

1. Ayo canangkan gerakan 1 hari 1 karya.

2. Kawan2 yang belum ngirim naskah ke media, ayo segera dikirim deatline paling lambat hari rabu karena kamis media sudah mulai merekap.
“sekarang adalah dunia kompetisi jika kau terlambat selangkah saja maka kau akan didahului orang lain.”

3. Auto biografi yang belum dibuat: kak media, desi, rival dan bang windi, di postkan aja di group.

4. Yang belum mengirim foto dan biodata untuk kartu FLP, segera dikirim secepatnya ke email : mustafaladia@gmail.com

5. Deadline tulisan untuk buku antologi tanggal 10 Februari, untuk administrasi silahkan hubungi kak riza:082391865668.

6. Karya untuk antologi dikirim ke email:alizartanjung@gmail.com . Boleh mengirim beberapa karya karena akan diedit dan diseleksi oleh Bang Ali.

7. Remember : H-8 lomba cerpen singgalang, deatline 30 januari, ayo kirimkan karya terbaik ke email: hut.singgalang44@gmail.com .
“Harumkan nama FLP dengan karyamu”

“Tetap semangat jalin komunikasi selama libur di FLP “jangan biarkan alam menyeleksi dirimu sendiri.”
“Optimis : Peserta sekmen yang aktif 12 orang maka akan menjadi sastrawan sumbar semuanya.”
“Akhir dari tulisan adalah dibaca banyak orang , untuk apa menulis jika karya tidak pernah dipuplikasikan.”
Salam berkarya^-^

Menulis Tiketku Keliling Dunia

Laporan: Riri Diana
Minggu, 20 Januari 2013 dengan penuh semangat ku langkahkan kaki untuk mengikuti sekolah menulis FLP SUMBAR. Hari ini memasuki pertemuaan ke-9 yang merupakan sekmen terakhir di tahun 2013. Seorang pemateri yang luar biasa dihadirkan untuk membawa kami bermimpi keliling dunia. Seorang novelis yang pernah melalang buana sampai ke negri suku Aboringin ini menyempatkan hadir untuk sharing bersama kami. Beliau adalah sastrawan Sumbar, Darman Moenir.

Acara diawali oleh Alizar Tanjung seorang sastrawan muda dari Sumbar. Ditambah Sedikit siraman dari Al-quran surat as-syuara. “Alqur’an mengandung Syair-syair yang sangat indah dan tidak bisa ditiru oleh orang zaman sekarang, apalah jadinya jika dahulu alquran itu tidak dituliskan pastilah kita tidak akan dapat menikmati saat sekarang ini. Begitu juga karya, jika tidak dituliskan maka tidak akan dinikmati oleh generasi selanjutnya.” Begitu kata beliau.


Acara di serahkan sepenuhnya kepada Darman Moenir yang dimoderatori oleh seorang puisitis, Neli. Wajah yang bersinar dan senyuman yang iklas manghampiri kami satu-persatu ketika berkenalan dengan beliau. “Orang besar itu bermula dari menulis. Tidak semua orang bisa menulis. Seorang yang pintar bicara belum tentu pintar menulis, tapi seorang yang pintar menulis pasti pintar dalam bicara.” Satu kalimat pertama yang membuat mata kami terpaku olehnya.


Mewujudkan targetan sekmen FLP yang terakhir, maka hari ini Darman Moenir membahas mengenai “ bagaimana menulis novel yang fenomental dan tidak mengulang novel-novel sebelumnya.”


“Apa yang telah ditulis Buya Hamka tidak perlu ditulis lagi, sekarang saatnya kita menciptakan karya baru bukan meniru bentuk karya orang lain.”Tambah beliau.

Seorang penulis novel bako ini menanamkan kepada kami “kuasai mother language terlebih dahulu untuk bisa menjadi penulis. Jika telah menguasai mother language maka jangan segan menyunting karya orang lain yang salah berdasarkan mother language. Mother language adalah kunci utama penulis.”Tambah beliau.
Riza yang hampir menyelesaikan sebuah novel perdananya menayakan “Bagaimanakah menulis novel yang bagus itu.”Tanya Riza.

“Novel yang bagus tidak terlepas dari konflik, konflik menghidupakan novel yang mati. Ciptakan konflik dalam novel berdasarkan kehidupan sehari-hari, bercerminlah kepada beberapa novel yang terdapat perjuangan didalamnya seperti the old man in the sea, rumah mati diserebia, bumi manusia dan lain-lain.” Jawab Darman Moenir.

Tak sabar dengan segudang pertanyaan, Dini malah mengancungkan tangan lebih cepat dari peserta lain, dengan jujur dini yang belum membaca novel bako menanyakan. “ Apa yang menjadi konflik utama dari novel bako hingga bako menjadi novel yang populer”. Tanya Dini.

“Bako adalah novel Roman bercerita tentang konflik kepribadian yang dialami oleh tokoh ibu yang menjalani kehidupan tidak sesuai dengan tatanan adat dalam masyarakat Minangkabau. Roman bako inilah yang membawa saya keliling dunia bahkan sampai ke Amerika.”


Kamipun dihanyutkan dengan pengalaman inspiratif beliau melalui novel-novel yang telah diciptakanya, “Berkelana didunia lewat tulisan seolah-olah hanya mimpi. Lewat tulisan saya dikenal manusia dibelahan dunia Barat. Tulisan mengantarkan saya ke Bali, Malaysia, Singapura, Filipina, Sri Lanka bahkan sampai ke Amerika. Ini adalah pengalamnan hidup yang tak terlupakan hingga kapanpun” Begitu kata beliau.

“Maka teruslah menulis sampai tulisan-tulisanmu menjadi tiket perjalanan keliling dunia.” Begitu banyak kata-kata motivasi dari beliau yang membuat mata kami tak berkedip di depanya.

Diskusi berjalan seiring detingan jam,waktu yang tak pernah berkompromi menunjukan jam 12.00 WIB. Setelaah istirahat acara diambil alih kembali oleh Alizar Tanjung. Saatnya evaluasi tugas-tugas yang diberikan minggu lalu. Dimulai dengan evaluasi para peserta yang telah mengirimkan karya ke 3 media yang berbeda. Teryata banyak diantara kami yang telah mengirimkan karya-karyanya dan terbit di media. Diantaranya laporan berita yang ditulis Riri terbit di salah satu koran lokal minggu ini.

Acara wisuda FLP Sumbar akan diadakan bulan Februari dan selajutnya diskusi akan dilanjutnya diruang terbuka seperti taman budaya dan taman melati. Melalui ruang terbuka akan mendapat inspirasi baru bagi penulis. Diskusi akan dilanjutkan 2 minggu berikutnya dengan agenda bedah karya masih-masing kami. Kami diberi tugas untuk berkarya sebanyak-banyaknya dengan melakukan gerakan 1 hari satu karya.
Salam berkarya

Senin, 14 Januari 2013

Menembus media Masa bersama Dodi Saputra dan Riyen Gusparta

Minggu, 13 Januari 2013 hujan menguyur deras membasahi jalan-jalan di Kota Padang. Pagi ini pelatihan kepenulisan FLP Sumbar memasuki sekmen ke-8. Untuk diskusi diundang dua orang penulis, Dodi Saputra dan Riyen. Kesuksesan mereka juga berawal dari FLP sehingga memiliki banyak pengalaman dalam pengiriman naskah ke media massa.

Materi hari ini membahas “Bagaimana Cara Menembus Media Massa Baik Lokal Maupun Nasional.” Masing-masing dari kami mendapatkan lembaran daftar alamat email para redaktur lengkap dengan honor dan teknis pengirimanya.

Acara dimoderatori oleh Indah Purnama Sari. Diawali dengan sedikit pengantar dari Alizar Tanjung. Berhubungan pembahasan mengenai media, maka Alizar memfasilitasi kami dengan beberapa media yang sengaja dibawa mulai dari koran lokal hingga nasional, majalah horison, story, buku.

Diskusi diawali dengan bagaimana cara memahami dan membedakan karakter setiap media. “Untuk bisa menembus media, terlebih dahulu kita harus paham bagaimana sifat dari media. Visi dan misi setiap media berbeda antara satu dengan yang lainya,” begitu kata Alizar.

Kami mempelajari lansung setiap karya yang terbit di media, baik cara pengirimanya, gambar yang ditampilkan, keunikan dan lain-lain. Walau wajah para peserta terlihat bingung, namun kebingungan segera terjawab dengan segudang pertanyaan dari kami.

“Bolehkah kita mengirim naskah kemedia nasional sedangkan di media lokal belum ada yang tembus,” tanya Riri.
 
 “Boleh, asalkan kita yakin karya kita bagus dan layak terbit di media nasional, jangan pernah menyerah terlebih dahulu sebelum mencoba,”kata Alizar.

Indah menanyakan ancaman dalam pengiriman, “bolehkah kita menegaskan pada redaktur tentang lama status naskah dikirim”.“Boleh saja, asalkan mengunakan bahasa yang sopan dan tidak bernada ancaman, namun untuk penulis pemula alangkah baiknya kalau dihindari jangan sampai membuat media massa tersinggung”.Tambah Alizar.

Pengantar dari Alizar sedikit banyaknya membuka cakrawala kami dan selanjutnya akan diteruskan oleh Dodi Saputra. Dengan wajah ramah nan bersahabat Dodi menjelaskan bagaimana teknis pengiriman naskah.

“Naskah jangan sampai salah alamat, misalnya cerpen remaja dikirim ke majalah ummi, so pasti karya tidak akan pernah dimuat karena majalah ummi bertema tentang rumah tangga dan keluarga.”kata Dodi.

Setelah karya dikirim berdoalah agar karya layak dimuat dan bermanfaat oleh orang banyak. Jangan hanya mengejar honor karena penulis profesianal sebelum mengirim karya harus memikirkan kelayakan tulisan yang akan dibaca oleh generasi-generasi penerus bangsa,”  tambah Dodi.
***

Siang semakin beranjak, seorang Inspiratif bercerita bagaimana perjuangan menembus media. Riyen begitu namanya. Teryata untuk penulis pemula menembus media merupakan ujian yang sangat sulit. 
Ada Satu kejadian menakjubkan yang tak terlupakan oleh Riyen. Beliau mengirimkan setiap tulisannya ke media namun tidak pernah dimuat. Tanpa putus asa beliau tetap terus menulis dan mengirimkan karya yang berbeda . Teryata setelah 6 bulan, tulisan-tulisan yang dikirimkan terbit berturut-turut setiap minggunya. Ekspresi wajah beliau mengungkapan ketidak percayaan akan hal itu.

“Mungkin inilah buah dari perjuangan dan kesabaran selama ini” tambah Riyen.
“Perjuangkan karyamu agar bisa dipuplikasikan jangan hitung berapa banyak karya yang telah dikirim, namun tetaplah kirim sampai media memuat karya-karyamu” kata Riyen.
 
Pengalaman Riyen sungguh membuat kami terhipnotis akan kegigihan, pantang menyerah apalagi putus asa sehingga mediapun layak memuat karya-karyanya. Setengah jam bersama Riyen membuat keinginan kami semakin kuat untuk bisa menembus media massa.

Alizar menantang kami mengirimkan 3 buah karya berbeda ke media yang berbeda pula dengan deatline 3 hari. Minimal dalam 1 hari kami harus mengirimkan karya ke satu media. Tantangan kedua yaitu kelanjutan rencana penerbitan buku antologi cerpen dan puisi para peserta sekmen. Out line telah dikirim oleh Alizar dan deadlinenya tanggal 10 Februari 2013. Kurang lebih 3 minggu lagi buku perdana kami akan segera diterbitkan. Tantangan disambut hangat para peserta sekmen.

“Akhir sebuah tulisan adalah dimuat dan dibaca banyak orang. Untuk apa jadi penulis jika karya tidak pernah dipublikasikan.”tambah Alizar.

Sore semakin menjelang saantya membedah karya-karya yang dibawa. Sebuah cerpen dari Seni berjudul TA (Titip Absen) siap untuk dibedah. Setiap kami bebas mengkritik, karena kritikan dapat menghidupkan karya mati. Pembedahan dilanjutkan ke puisi Neli. Neli memang telah berhasil menerima tantangan dari Alizar, ia mampu menciptakan 5 puisi dalam 1 hari. Sekarang sudah puluhan puisi yang siap dibedah tinggal dikirim ke media massa. Begitu seterusnya pembedahan akan bergilir sehingga kami semua mendapat kesempatan untuk dikritik dan mengkritik. Berakhirnya pembedahan karya maka berakhir pula diskusi hari ini dan akan dilanjutkan minggu depan.
Salam berkarya.***